Perlindungan Konsumen
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Baik matereal maupun
spiritual, yaitu dengan tersedianya kebutuhan pokok: sandang (pakaian), pangan
(makanan), dan papan (perumahan) yang layak. Tujuan lain adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang berati bahwa tersedianya pendidikan dalam arti luas bagi
seluruh rakyat. Kesejahteraan dan kecerdasan itu merupakan wujud dari
pembangunan yang berperikemanusiaan sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila
yang telah diterima sebagai falsafah dan idiologi negara indonesia serta
Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk memperoleh hidup yang
layak bagi Kemanusiaan. Untuk memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan itu
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kecerdasan, perlu penyediaan barang
dan jasa dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan dengan harga yang
terjangkau masyarakat.
Jika tidak berhati-hati dalam
memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek
eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari,
konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
B. Pokok Permasalahan
Adapun ruang lingkup pokok permasalahan yang akan dibahas, terdiri atas :
- Pengertian Konsumen
- Azas dan Tujuan
- Hak dan Keewajiban Konsumen
- Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
- Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
- Klausa Baku dalam Perjanjian
- Tanggung Jawab Pelaku Usaha
- Sanksi
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Konsumen
Dalam
kamus bahasa, istilah konsumen merupakan alih bahasa dari consumer
(Inggris-Amerika) yang secara harfiah berarti “seseorang yang membeli
barang atau menggunakan jasa”, atau “Seseorang atau suatu perusahaan
yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu”. Ada pula yang
memberikan arti lain, yaitu konsumen yang berarti “setiap orang yang
menggunakan barang atau jasa”.
Dalam
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa
konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Sekalipun
semua orang mengerti bahwa sangat sulit untuk membuat suatu batasan tentang
pengertian konsumen tanpa memuat berbagai kekurangan didalamnya, R. Setiawan
mencoba memberikan batasan pengertian konsumen sebagai “setiap orang yang
mendapatkan secara sah dan menggunakan barang/jasa untuk suatu kegunaan
tertentu”.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam batasan diatas adalah orang
alamiah maupun orang yang diciptakan oleh hukum (badan hukum). Unsur
“mendapatkan” juga digunakan dalam batasan ini, karena perolehan barang atau
jasa oleh konsumen tidak saja berdasarkan suatu hubungan hukum (perjanjian jual
beli, sewa menyewa, pinjam-pakai dan sejenisnya), tetapi juga mungkin terjadi
karena pemberian sumbangan, hadiah-hadiah atau yang lain, baik yang berkaitan
dengan suatu hubungan komersial maupun dalam hubungan lainnya (non-komersial).
“Mendapatkan secara sah” adalah mendapatkan suatu barang atau jasa dengan
cara-cara yang tidak bertentangan dan atau /melawan hukum. Selanjutnya unsur
“kegunaan tertentu” memberikan tolok ukur pembeda antara berbagai konsumen yang
dikenal (konsumen antara dan konsumen akhir). Tergantung untuk kegunaan apakah
suatu barang atau jasa itu diperlukan. Apabila kegunaan tertentu itu adalah
untuk tujuan memproduksi barang atau jasa lain dan atau untuk dijual kembali
(tujuan komersial), maka kita akan berhadapan dengan konsumen antara. Apabila kegunaan
tertentu itu adalah untuk tujuan memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga atau
rumah tangganya serta tidak untuk dijual kembali (tujuan non-komersial), maka
konsumen tersebut adalah konsumen akhir.
David L. London dan Alberts Dellabitta, menyatakan bahwa konsumen akhir
mempunyai arti sebagai individu-individu yang melakukan pembelian untuk
memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangganya.
Azas dan Tujuan Perlindungan
Konsumen
Asas-asas perlindungan konsumen
Pasal 2 UU PK :
1. Asas
manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan
pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih
tinggidibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas
keadilan
Dapat dilihat di pasal 4-7 UU PK yang mengatur
mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas
ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan
kewajibannya secara seimbang.
3. Asas
Keseimbangan
Diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang dilindungi.
4. Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
konsumen dalam penggunaan, pemakain, dan pemanaatan barang atau jasayang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas
Kepastian Hukum
Baik konsumen dan pelaku usaha harus mentaati hokum
dan memperoleh keadilan dalampenyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UU PK :
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya aru akses negative pemakain barang atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran ppelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujuur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha prodiksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan
Kewajiban Konsumen
Sebelum
membahas mengenai hak konsumen, ada baiknya kita memahami dulu apa pengertian
hak. Dalam istilah bahasa Indonesia hak mempunyai beberapa arti, diantaranya:
milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Sedangkan dalam bahasa
hukum hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena hal tersebut telah
ditentukan oleh Undang-undang atau peraturan lainnya.[5]
Dari sini dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu kekuasaan yang pemenuhannya
dilindungi oleh hukum.
Adapun hak konsumen yang
diatur dalam pasal 4 UU PK, yakni :
a.
Hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
b.
Hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.
Hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d.
Hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f.
Hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.
Hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk
mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak
konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 UUPK lebih luas daripada hak-hak
dasar konsumen sebagaimana dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat John F.
Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yaitu
terdiri atas :
a.
Hak
memperoleh keamanan;
b.
Hak
memilih;
c.
Hak
mendapat informasi;
d.
Hak untuk
didengar.
Keempat
hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang
dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, yang oleh Organisasi Konsumen
Sedunia (International Organization of Consumers Union - IOCU)
ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, yaitu:
- Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;
- Hak untuk memperoleh ganti rugi;
- Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;
- Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Dari
rumusan-rumusan hak konsumen tersebut, secara garis besar dapat dibagi dalam
tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu :
a. Hak yang
dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal,
maupun kerugian harta kekayaan;
b.
Hak untuk
memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar;
c.
Hak untuk
memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.
Sedangkan kewajiban yang
diatur dalam pasal 5 UU PK adalah :
a. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
Barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak Dan Kewajiban Pelaku Asaha
Pasal 6
- Hak pelaku usaha adalah :
- Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak untuk mendapat perlindungan hokum dari tindakan yang beritikad tidak baik.
- Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hokum sengketa.
- Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
Pasal 7
- Kewajiban pelaku usaha adalah :
- Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak untuk mendapat perlindungan hokum dari tindakan yang beritikad tidak baik.
- Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hokum sengketa.
- Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi
Pelaku Usaha
Pasal 8
- Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang :
- Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan peruundang-undangan.
- Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
- Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
- Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan bbarang atau jasa tersebut.
- Tidak sesuai dengan mutu, tingkaan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau jasa tersebut.
- Tiidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atauu jasa tersebut.
- Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
- Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana mestinya pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
- Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih(netto), komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
- Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pelaku usaha diilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa member informasi secara lengkap dan
benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada
ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan satu barang atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah olah :
- Barang tersebuut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru.
- Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
- Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, afiliasi.
- Barang atau jasa tersebut tersedia.
- Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
- Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
- Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
- Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
- Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahayya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
- Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
- Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujukan untuk diperdaganngkan dilarang menawarkan, mempromoosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
menggenai :
- Harag atau tariff barang atau jasa.
- Penggunaan suatu barang atau jasa.
- Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
- Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
- Bahaya penggunaan barang atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan
melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen
dengan :
- Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.
- Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
- Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain.
- Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
- Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjial jasa yang lain.
- Menaikan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, empromosikan atau
mengiklankan suatu barang atau jaa dengan harga atau tarif khusus dalam
waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannyasesuai dengan waktu dan jumlahh yang ditawarkan, dipromosikan,
atau diiklankan.
Paal 13
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan sebagaimana yang dijanjikannya.
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usah dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujuka untuk diperdagangkan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang
untuk :
- Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.
- Mengumumkan khasilnyya tidak melalui media massa.
- Memberikan hadiah tidak sesuai yang dijanjikan.
- Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa
dilarang melakukan dengan cara pemakdaan cara lain yang dapat menimbulkan
gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa
melalui pesanan dilarang untuk :
- Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang diijanjikan.
- Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.
Pasal 17
- Pelaku periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
- Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa.
- Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.
- Memuat informasi yang keliru, salah., atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
- Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa.
- Mengeksploitasu kejadian atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
- Melanggar etika atau kettentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
- Pelaku usaha periklanan dilarag melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggara ketentuan pada ayat (1).
Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan
yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang engikat dan
wajib dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan dalam huruf
kecil pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam
transaksi jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen
karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus
diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit
membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita harus
selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli tiket
meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika
pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan
konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam
undang-undang perlindungan konsumen.
- Klausula baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.
Klausula baku dilarang mengandung unsure-unsur atau
pertanyaan :
- Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsuumen.
- Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen.
- Hak pegusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.
- Pemberian kuasa dari konsuumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara umum.
- Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen .
- Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
- Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
- Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU 8/99.
Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihatatau tidak dapat jelas
dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku
yang dilarang tersebut, maka klausula itu batal demi hukum. Artinya klausula
itu dianggap tidak pernah ada..
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pasal 19
- Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
- Gani rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
- Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Sanksi-Sanksi Jika Produsen
Merugikan Konsumen
Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :
- Pengembalian uang
- Penggantian uang
- Perawatan kesehatan
- Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
- Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :
Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika
melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :
- Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182.
- Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)
- Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :
- Pengumuman keputusan hakim
- Pencabutan izin usaha
- Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
- Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.
- Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kami
menyimpulkan bahwa hingga saatini perlindungan konsumen masih menjadi hal
yang harus diperhatikan. Konsumensering kali dirugikan dengan
pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual.Pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skalakecil,
namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini
seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah
harus segeramenangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus
menanggungkerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya
perlindungankonsumen atau jaminan terhadap konsumen.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Sidabalok, Janus. “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”.
Bandung: PT Citra Adytia Bakti. 2006
2. Bagis,
Abdul Kabir. ”Hukum Perlindungan Konsumen”. Bogor: Uyan ngr
WordPress.com site. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar