Minggu, 26 Maret 2017

Aspek Hukum Dalam Ekonomi (5)



Hukum Perjanjian



BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Menurut pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perjanjian yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dan perjanjian adalah sumber perikatan.
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hokum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memerikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tunttan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak aka nada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.


B.    Pokok Permasalahan 

Adapun ruang lingkup pokok permasalahan yang akan dibahas, terdiri atas :

  1. Standar Kontrak
  2. Macam – macam Perjanjian
  3. Syarat Sahnya Perjanjian
  4. Saat Lahirnya Perjanjian
  5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian




BAB II

PEMBAHASAN


     A.   Standar Kontrak

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus :

  • Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur. 
  • Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.


Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
            Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi :

  1.  Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
  2. Subjek dan jangka waktu kontrak
  3. Lingkup kontrak
  4. Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
  5. Kewajiban dan tanggung jawab
  6. Pembatalan kontrak


      B.   Macam – macam Perjanjian

        a)      Perjanjian Timbal Balik Dan Perjanjian Sepihak.
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan, tukar-menukar.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yang diberikan itu.
Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.
Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat adalah pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
        b)     Perjanjian Percuma Dan Perjanjian Dengan Alas Hak Yang Membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A.
Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal 1341 KUHPdt).
        c)      Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.
         d)     Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.
Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
         e)      Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt).
Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan hak. Hak ini disebut “kontan atau tunai”.


      C.   Syarat Sahnya  Perjanjian

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.  Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.    Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.   Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.


      D.   Saat Lahirnya perjanjian

Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a.       Kesempatan penarikan kembali penawaran.
b.      Penentuan resiko.
c.       Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
d.      Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Teori – teori tentang saat lahirnya perjanjian

                     1.   Teori kehendak(Wilstheorie)
Menurut teori kehendak, bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.
  1.   Teori govermgling
Teori ini memberikan kepada perbuatan pihak-pihak  perjanjian bahwa setiap orang harus bertanggungjawab  sendiri tehadap kekeliruan dari ucapan, tulisan dan sikap atau syaratnya. Prinsip dari teori tersebut menjadi logis karena siapapun yang melakukan kekeliruan dan membahayakan atau merugkan orang lain maka harus bertanggungjawab. Berapa banyak orang akan menangung kerugianapabila pihak yang merugikan dapat dibebankan dari tanggung jawab hanya karna alasan keliru melakukan suatu perbuatan.
Dengan demikian menuntut toeri ini bahwa setiap orang atau pihak harus menerima konsekuensi terhadap perbuatannya sendiri dalam bentuk kewajiban menangung segala perbuatan yang telah dilakukannya.
  1. Teori pernyataan(Uitings Theorie)
Jika teori kehendak menyatakan bahwa saat lahirnya perjanjian pada saat lahirya kehendak maka teori pernyataan merupakan kebalikannnya yaitu bahwa kehendak memang sudah dapat dipegangi sebagai patokan saat lahirnya kesepakatan dalam perjanjian karena kehendak seseorang belum bisa dibaca atau diktehaui sekaligus tidak dapat dibuktikan secara yuridis dan hanya melalui pernyataan seseorang dapat dipastikan kehendak seseorang.
Kelemahan teori pernyataan karena teori pernyataan hanya berfokus pada pernyataan dan tidak memeprhatika kehendak seseorang. Sehingga terdapat potensi kerugian yang terjadi apabila tidak terdapat keseuaian antara kehendak dan pernyataan.
  1. Teori kepercayaan (vertrouwens theorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak secara objektif dan diterima oleh pihak yang menwarkan. Dasar lahirnya teori keercayaan  adalah untuk mengatasi kelemahan-kelemahan teori kehendak dan teori perjanjian, menurut R. Pound bahwa teori kepercayaan menyatakan “unsur kepercayaan atau penghargaan yang ditimbulkan oleh pernyataan seseorang turut berperan menjadi unsur yang menentukan ada atau tidaknya sepakat.
  1. Teori Ucapan
Teori ucapan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima penwaran itu menyatakan bahwa ia menerima penwaran itu. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan blopoint untuk menyatakan menerima., kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat yeoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
  1. Teori pengiriman
Kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penwaran mengirimkan telegram. Krtik terhadap teori ini, bagaimana hal itu bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirm tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menwarkan. Teori ini juga sangat teotis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
  1. Teori pengetahuan
Kesepakatan terjadi apabila hak yang menwarkan itu mengetahui adanya acceptatie (penerimaan), tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung. Kritik terhadap teori ini bagaimana isi penerimaan itu apabila ia mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.
Teori pengetahuan ini agak mudah dibuktikan apalagi jika penerimaan itu dikirm via pos, karena ketika dikirim, maka pihak pos pasti membertikan resi pengiriman surat tanggal mencantumkan antara lain tanggal pengiriman, stempel pos, biaya pengiriman, alamat pengirim dan alamat tujuan serta jangka waktu sampainya surat pengiriman ke alamat tujuan bisa diperiksa.

         E.   Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat hokum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
  

                                                   BAB III

                                                  Penutup

Kesimpulan

Dalam kita undang-undang hukum perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undag-undnag bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memeuni unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pebgawasab dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan didepan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.




                          DAFTAR PUSTAKA

  1. Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa. 
  2. Silondae. Arus Akbar, Fariana. Andi,  ”Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis”, Mitra Wacana Media, 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar